MENUJU JAKARTA BARU
GO JAKARTA !
![]() |
Jakarta Dimalam hari |
SEJARAH DAN LETAK GEOGRAFIS JAKARTA
![]() |
Kota Tua Jakarta |
Kota Tua
Jakarta
Kota Tua Jakarta, juga dikenal dengan sebutan Batavia Lama (Oud Batavia), adalah sebuah
wilayah kecil di Jakarta,Indonesia.
Wilayah khusus ini memiliki luas 1,3 kilometer persegi melintasi Jakarta Utara dan Jakarta Barat (Pinangsia,Taman Sari dan Roa Malaka).
Dijuluki "Permata Asia" dan "Ratu dari Timur"
pada abad ke-16 oleh pelayar Eropa, Jakarta Lama dianggap sebagai pusat
perdagangan untuk benua Asia karena lokasinya yang strategis dan sumber daya
melimpah.
Kota Tua
Jakarta
![]() |
Kota Tua Jakarta |
Tahun 1526, Fatahillah, dikirim
oleh Kesultanan Demak,
menyerang pelabuhan Sunda Kelapa di kerajaan Hindu Pajajaran, kemudian
dinamai Jayakarta. Kota ini
hanya seluas 15 hektar dan memiliki tata kota pelabuhan tradisional Jawa. Tahun
1619, VOC menghancurkan Jayakarta di
bawah komando Jan Pieterszoon Coen. Satu tahun kemudian, VOC membangun kota
baru bernama Batavia untuk menghormati Batavieren,
leluhur bangsa Belanda. Kota ini terpusat di sekitar tepi timur Sungai
Ciliwung, saat ini Lapangan Fatahillah.
Penduduk Batavia disebut "Batavianen", kemudian dikenal
sebagai suku "Betawi",
terdiri dari etnis kreol yang
merupakan keturunan dari berbagai etnis yang menghuni Batavia.
Tahun 1635, kota ini meluas hingga tepi barat Sungai Ciliwung, di
reruntuhan bekas Jayakarta. Kota ini dirancang dengan gaya Belanda Eropa
lengkap dengan benteng (Kasteel Batavia), dinding kota, dan kanal. Kota ini
diatur dalam beberapa blok yang dipisahkan oleh kanal [1]. Kota
Batavia selesai dibangun tahun 1650. Batavia kemudian menjadi kantor pusat VOC
di Hindia Timur.
Kanal-kanal diisi karena munculnya wabah tropis di dalam dinding kota karena
sanitasi buruk. Kota ini mulai meluas ke selatan setelah epidemi tahun 1835 dan
1870 mendorong banyak orang keluar dari kota sempit itu menuju wilayah
Weltevreden (sekarang daerah di sekitar Lapangan Merdeka). Batavia kemudian
menjadi pusat administratif Hindia Timur Belanda. Tahun 1942, selama
pendudukan Jepang, Batavia berganti nama menjadi Jakarta dan masih berperan sebagai ibu kota Indonesia sampai sekarang.
Tahun 1972, Gubernur Jakarta, Ali Sadikin,
mengeluarkan dekrit yang resmi menjadikan Kota Tua sebagai situs warisan.
Keputusan gubernur ini ditujukan untuk melindungi sejarah arsitektur kota —
atau setidaknya bangunan yang masih tersisa di sana.
Meski dekrit Gubernur dikeluarkan, Kota Tua tetap terabaikan.
Banyak warga yang menyambut hangat dekrit ini, tetapi tidak banyak yang
dilakukan untuk melindungi warisan era kolonial Belanda.[2]
Tempat yang sudah dihancurkan
Dalam pengembangan daerah Jakarta, pemprov DKI Jakarta menghancurkan beberapa bangunan atau tempat yang berada di daerah
kota Tua Jakarta dengan alasan tertentu. Tempat tersebut adalah:
§ Gerbang Amsterdam (lokasinya berada dipertigaan Jalan Cengkeh, Jalan Tongkol dan
Jalan Nelayan Timur. Dihancurkan untuk memperlebar akses jalan)
§ Jalur Trem Batavia (Jalur ini pernah ada di kota Batavia, tetapi
sekarang sudah ditimbun dengan aspal. Karena Presiden Soekarno menganggap Trem Batavia yang membuat macet)
Tempat menarik dan bersejarah |
Sebagai permukiman penting, pusat kota, dan pusat perdagangan di Asia sejak abad ke-16, Oud Batavia merupakan rumah bagi beberapa situs dan bangunan bersejarah di Jakarta:[1]
§ Gedung Chandranaya
§ Vihara Jin De Yuan (Vihara Dharma Bhakti)
§ Petak Sembilan
§ Pecinan Glodok dan Pinangsia
§ VG Pub Kota
§ Museum Sejarah Jakarta atau Museum Fatahillah (bekas Balai Kota Batavia)
§ Museum Seni Rupa dan Keramik (bekas Pengadilan Batavia)
§ Lapangan Fatahillah
§ Replika Sumur Batavia
§ Kali Besar (Grootegracht)
§ Hotel Former
Saat ini, banyak bangunan dan arsitektur bersejarah yang memburuk kondisinya[3] seperti: Museum Sejarah Jakarta (bekas Balai Kota Batavia, kantor dan kediaman Gubernur Jenderal VOC), Museum Bahari, Pelabuhan Sunda Kelapa, dan Hotel Omni Batavia.
Tetapi, masih ada usaha perbaikan Kota Tua, khususnya dari berbagai organisasi nirlaba, institusi swasta, dan pemerintah kota[4] yang telah bekerjasama untuk mengembalikan warisan Kota Tua Jakarta. Tahun 2007, beberapa jalan di sekitar Lapangan Fatahillah seperti Jalan Pintu Besar dan Jalan Pos Kota, ditutup sebagai tahap pertama perbaikan.
![]() |
Museum Wayang Jakarta |
![]() |
Jembatan Kota Intan Jakarta |
![]() |
Stasiun Jakarta Kota |
Dasaad Musin |
![]() |
Bundaran Hotel Indonesia saat ini |
PERKEMBANGAN DKI JAKARTA SAAT INI
Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta, Jakarta Raya) adalah ibu kota negara Indonesia. Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki status setingkat provinsi. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau Jawa. Dahulu pernah dikenal dengan nama Sunda Kelapa (sebelum 1527), Jayakarta (1527-1619), Batavia/Batauia, atau Jaccatra (1619-1942), dan Djakarta (1942-1972).

Taman Mini Indonesia Indah
Jakarta memiliki luas sekitar 661,52 km² (lautan: 6.977,5 km²), dengan penduduk berjumlah 9.607.787 jiwa (2010).[2] Wilayah metropolitan Jakarta (Jabotabek) yang berpenduduk sekitar 28 juta jiwa,[5] merupakan metropolitan terbesar di Indonesia atau urutan keenam dunia.[6]

![]() |
lari pagi |
![]() |
Bundaran Hotel Indonesia Jakarta |
![]() |
bundaran hotel indonesia malam hari |
![]() |
Stadion Gelora Bung Karno |
![]() |
Istana Merdeka Jakarta |
![]() |
Taman Monas Jakarta |
Etimologi
Nama Jakarta digunakan sejak masa penjajahan Jepang tahun 1942, untuk menyebut wilayah bekas Gemeente Batavia yang diresmikan pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1905.[7] Nama ini dianggap sebagai kependekan dari kata Jayakarta (Dewanagariजयकृत), yang diberikan oleh orang-orang Demak dan Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah (Faletehan) setelah menyerang dan menduduki pelabuhan Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527. Nama ini biasanya diterjemahkan sebagai "kota kemenangan" atau "kota kejayaan", namun sejatinya artinya ialah "kemenangan yang diraih oleh sebuah perbuatan atau usaha".
Bentuk lain ejaan nama kota ini telah sejak lama digunakan. Sejarawan Portugis João de Barros dalam Décadas da Ásia (1553) menyebutkan keberadaan "Xacatara dengan nama lain Caravam (Karawang)".[8] Sebuah dokumen (piagam) dari Banten (k. 1600) yang dibaca ahli epigrafi Van der Tuuk juga telah menyebut istilah wong Jaketra,[9] demikian pula nama Jaketra juga disebutkan dalam surat-surat Sultan Banten[10] dan Sajarah Banten (pupuh 45 dan 47)[11] sebagaimana diteliti Hoessein Djajadiningrat.[12]Laporan Cornelis de Houtman tahun 1596 menyebut Pangeran Wijayakrama sebagai koning van Jacatra (raja Jakarta).[13]
Sunda Kelapa (397–1527)
Jakarta pertama kali dikenal sebagai salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda yang bernama Sunda Kalapa, berlokasi di muaraSungai Ciliwung. Ibu kota Kerajaan Sunda yang dikenal sebagai Dayeuh Pakuan Pajajaran atau Pajajaran (sekarang Bogor) dapat ditempuh dari pelabuhan Sunda Kalapa selama dua hari perjalanan. Menurut sumber Portugis, Sunda Kalapa merupakan salah satu pelabuhan yang dimiliki Kerajaan Sunda selain pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tamgara dan Cimanuk. Sunda Kalapa yang dalam teks ini disebut Kalapa dianggap pelabuhan yang terpenting karena dapat ditempuh dari ibu kota kerajaan yang disebut dengan nama Dayo (dalam bahasa Sunda modern: dayeuh yang berarti ibu kota) dalam tempo dua hari. Kerajaan Sunda sendiri merupakan kelanjutan dari Kerajaan Tarumanagara pada abad ke-5 sehingga pelabuhan ini diperkirakan telah ada sejak abad ke-5 dan diperkirakan merupakan ibu kota Tarumanagara yang disebut Sundapura.
Pada abad ke-12, pelabuhan ini dikenal sebagai pelabuhan lada yang sibuk. Kapal-kapal asing yang berasal dari Tiongkok, Jepang,India Selatan, dan Timur Tengah sudah berlabuh di pelabuhan ini membawa barang-barang seperti porselen, kopi, sutra, kain, wangi-wangian, kuda, anggur, dan zat warna untuk ditukar dengan rempah-rempah yang menjadi komoditas dagang saat itu.
![]() |
peta batavia |
Jayakarta (1527–1619)
Bangsa Portugis merupakan Bangsa Eropa pertama yang datang ke Jakarta. Pada abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda meminta bantuan Portugis yang ada di Malaka untuk mendirikan benteng di Sunda Kelapa sebagai perlindungan dari kemungkinan serangan Cirebon yang akan memisahkan diri dari Kerajaan Sunda. Upaya permintaan bantuan Surawisesa kepada Portugis di Malaka tersebut diabadikan oleh orang Sunda dalam cerita pantun seloka Mundinglaya Dikusumah, dimana Surawisesa diselokakan dengan nama gelarnya yaitu Mundinglaya. Namun sebelum pendirian benteng tersebut terlaksana, Cirebon yang dibantu Demak langsung menyerang pelabuhan tersebut. Orang Sunda menyebut peristiwa ini tragedi, karena penyerangan tersebut membungihanguskan kota pelabuhan tersebut dan membunuh banyak rakyat Sunda disana termasuk syahbandar pelabuhan. Penetapan hari jadi Jakarta tanggal 22 Juni olehSudiro, walikota Jakarta, pada tahun 1956 adalah berdasarkan tragedi pendudukan pelabuhan Sunda Kalapa oleh Fatahillah pada tahun 1527. Fatahillah mengganti nama kota tersebut menjadi Jayakarta yang berarti "kota kemenangan". Selanjutnya Sunan Gunung Jati dari Kesultanan Cirebon, menyerahkan pemerintahan di Jayakarta kepada putranya yaitu Maulana Hasanuddin dari Banten yang menjadi sultan di Kesultanan Banten.
Orang Belanda datang ke Jayakarta sekitar akhir abad ke-16, setelah singgah di Banten pada tahun 1596. Jayakarta pada awal abad ke-17 diperintah oleh Pangeran Jayakarta, salah seorang kerabat Kesultanan Banten. Pada 1619, VOC dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen menduduki Jayakarta setelah mengalahkan pasukan Kesultanan Banten dan kemudian mengubah namanya menjadi Batavia. Selama kolonialisasi Belanda, Batavia berkembang menjadi kota yang besar dan penting. (Lihat Batavia). Untuk pembangunan kota, Belanda banyak mengimpor budak-budak sebagai pekerja. Kebanyakan dari mereka berasal dari Bali,Sulawesi, Maluku, Tiongkok, dan pesisir Malabar, India. Sebagian berpendapat bahwa mereka inilah yang kemudian membentuk komunitas yang dikenal dengan nama suku Betawi. Waktu itu luas Batavia hanya mencakup daerah yang saat ini dikenal sebagaiKota Tua di Jakarta Utara. Sebelum kedatangan para budak tersebut, sudah ada masyarakat Sunda yang tinggal di wilayah Jayakarta seperti masyarakat Jatinegara Kaum. Sedangkan suku-suku dari etnis pendatang, pada zaman kolinialisme Belanda, membentuk wilayah komunitasnya masing-masing. Maka di Jakarta ada wilayah-wilayah bekas komunitas itu seperti Pecinan, Pekojan, Kampung Melayu, Kampung Bandan, Kampung Ambon, Kampung Bali, dan Manggarai.
Pada tanggal 9 Oktober 1740, terjadi kerusuhan di Batavia dengan terbunuhnya 5.000 orang Tionghoa. Dengan terjadinya kerusuhan ini, banyak orang Tionghoa yang lari ke luar kota dan melakukan perlawanan terhadap Belanda.[14] Dengan selesainya Koningsplein(Gambir) pada tahun 1818, Batavia berkembang ke arah selatan. Tanggal 1 April 1905 di Ibukota
Batavia dibentuk dua kotapraja atau gemeente, yakni Gemeente Batavia dan Meester Cornelis. Tahun 1920, Belanda membangun kota taman Menteng, dan wilayah ini menjadi tempat baru bagi petinggi Belanda menggantikan Molenvliet di utara. Pada tahun 1935, Batavia dan Meester Cornelis (Jatinegara) telah terintegrasi menjadi sebuah wilayah Jakarta Raya.[15]
Pada 1 Januari 1926 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan untuk pembaharuan sistem desentralisasi dan dekonsentrasi yang lebih luas. Di Pulau Jawa dibentuk pemerintahan otonom provinsi. Provincie West Java adalah provinsi pertama yang dibentuk di wilayah Jawa yang diresmikan dengan surat keputusan tanggal 1 Januari 1926, dan diundangkan dalam Staatsblad (Lembaran Negara) 1926 No. 326, 1928 No. 27 jo No. 28, 1928 No. 438, dan 1932 No. 507. Batavia menjadi salah satu keresidenan dalam Provincie West Java disamping Banten, Buitenzorg (Bogor), Priangan, dan Cirebon.
Jakarta (1942–Sekarang)
Penjajahan oleh Jepang dimulai pada tahun 1942 dan mengganti nama Batavia menjadi Djakarta untuk menarik hati penduduk pada Perang Dunia II. Kota ini juga merupakan tempat dilangsungkannya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan diduduki Belanda sampai pengakuan kedaulatan tahun 1949.
Sebelum tahun 1959, Djakarta merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 1959, status Kota Djakarta mengalami perubahan dari sebuah kotapraja di bawah walikota ditingkatkan menjadi daerah tingkat satu (Dati I) yang dipimpin oleh gubernur. Yang menjadi gubernur pertama ialah Soemarno Sosroatmodjo, seorang dokter tentara. Pengangkatan Gubernur DKI waktu itu dilakukan langsung oleh Presiden Sukarno. Pada tahun 1961, status Jakarta diubah dari Daerah Tingkat Satu menjadi Daerah Khusus Ibukota (DKI) dan gubernurnya tetap dijabat oleh Sumarno.[16]
Semenjak dinyatakan sebagai ibu kota, penduduk Jakarta melonjak sangat pesat akibat kebutuhan tenaga kerja kepemerintahan yang hampir semua terpusat di Jakarta. Dalam waktu 5 tahun penduduknya berlipat lebih dari dua kali. Berbagai kantung pemukiman kelas menengah baru kemudian berkembang, seperti Kebayoran Baru, Cempaka Putih, Pulo Mas, Tebet, dan Pejompongan. Pusat-pusat pemukiman juga banyak dibangun secara mandiri oleh berbagai kementerian dan institusi milik negara seperti Perum Perumnas.
Pada masa pemerintahan Soekarno, Jakarta melakukan pembangunan proyek besar, antara lain Gelora Bung Karno, Masjid Istiqlal, dan Monumen Nasional. Pada masa ini pulaPoros Medan Merdeka-Thamrin-Sudirman mulai dikembangkan sebagai pusat bisnis kota, menggantikan poros Medan Merdeka-Senen-Salemba-Jatinegara. Pusat pemukiman besar pertama yang dibuat oleh pihak pengembang swasta adalah Pondok Indah (oleh PT Pembangunan Jaya) pada akhir dekade 1970-an di wilayah Jakarta Selatan.
Laju perkembangan penduduk ini pernah coba ditekan oleh gubernur Ali Sadikin pada awal 1970-an dengan menyatakan Jakarta sebagai "kota tertutup" bagi pendatang. Kebijakan ini tidak bisa berjalan dan dilupakan pada masa-masa kepemimpinan gubernur selanjutnya. Hingga saat ini, Jakarta masih harus bergelut dengan masalah-masalah yang terjadi akibat kepadatan penduduk, seperti banjir, kemacetan, serta kekurangan alat transportasi umum yang memadai.
Pada Mei 1998, terjadi kerusuhan di Jakarta yang memakan korban banyak etnis Tionghoa. Gedung MPR/DPR diduduki oleh para mahasiswa yang menginginkan reformasi. Buntut kerusuhan ini adalah turunnya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan. (Lihat Kerusuhan Mei 1998).
Ekonomi
Selain sebagai pusat pemerintahan, Jakarta juga merupakan pusat bisnis dan keuangan. Di samping Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia, kantor-kantor pusat perusahaan nasional banyak berlokasi di Jakarta. Saat ini, lebih dari 70% uang negara, beredar di Jakarta.[17]
Jakarta merupakan salah satu kota di Asia dengan masyarakat kelas menengah cukup besar. Pada tahun 2009, 13% masyarakat Jakarta berpenghasilan di atas US$ 10.000. [18]Jumlah ini, menempatkan Jakarta sejajar dengan Singapura, Shanghai, Kuala Lumpur dan Mumbai.
Budaya dan Bahasa
Budaya Jakarta merupakan budaya mestizo, atau sebuah campuran budaya dari beragam etnis. Sejak zaman Belanda, Jakarta merupakan ibu kota Indonesia yang menarik pendatang dari dalam dan luar Nusantara. Suku-suku yang mendiami Jakarta antara lain, Jawa, Sunda, Minang, Batak, dan Bugis. Selain dari penduduk Nusantara, budaya Jakarta juga banyak menyerap dari budaya luar, seperti budaya Arab, Tiongkok, India, dan Portugis.
Jakarta merupakan daerah tujuan urbanisasi berbagai ras di dunia dan berbagai suku bangsa di Indonesia, untuk itu diperlukan bahasa komunikasi yang biasa digunakan dalam perdagangan yaitu Bahasa Melayu. Penduduk asli yang berbahasa Sunda pun akhirnya menggunakan bahasa Melayu tersebut.
Walau demikian, masih banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap dipertahankan dalam bahasa Sunda seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng, dan lain-lain yang masih sesuai dengan penamaan yang digambarkan dalam naskah kuno Bujangga Manik[19] yang saat ini disimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris.
Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah Bahasa Melayu dialek Betawi. Untuk penduduk asli di Kampung Jatinegara Kaum, mereka masih kukuh menggunakan bahasa leluhur mereka yaitu bahasa Sunda.
Bahasa daerah juga digunakan oleh para penduduk yang berasal dari daerah lain, seperti Jawa, Sunda, Minang, Batak, Madura, Bugis, Inggris dan Tionghoa. Hal demikian terjadi karena Jakarta adalah tempat berbagai suku bangsa bertemu. Untuk berkomunikasi antar berbagai suku bangsa, digunakan Bahasa Indonesia.
Selain itu, muncul juga bahasa gaul yang tumbuh di kalangan anak muda dengan kata-kata yang
kadang-kadang dicampur dengan bahasa asing. Bahasa Inggris merupakan bahasa asing yang paling banyak digunakan, terutama
untuk kepentingan diplomatik, pendidikan, dan bisnis. Bahasa Mandarin juga menjadi bahasa asing yang banyak digunakan, terutama di
kalangan pebisnis Tionghoa.
Transportasi
Dalam kota
![]() |
Peta Jalur Busway Transjakarta 2012
Di DKI Jakarta, tersedia jaringan jalan raya dan jalan tol yang melayani seluruh kota, namun perkembangan jumlah mobil dengan
jumlah jalan sangatlah timpang (5-10% dengan 4-5%).
Menurut data dari Dinas Perhubungan DKI, tercatat 46 kawasan
dengan 100 titik simpang rawan macet di Jakarta. Definisi rawan macet adalah
arus tidak stabil, kecepatan rendah serta antrean panjang. Selain oleh warga
Jakarta, kemacetan juga diperparah oleh para pelaju dari kota-kota di sekitar
Jakarta seperti Depok, Bekasi, Tangerang, dan Bogor yang
bekerja di Jakarta. Untuk di dalam kota, kemacetan dapat dilihat di Jalan Sudirman, Jalan
Thamrin, Jalan
Rasuna Said, Jalan Satrio, dan Jalan Gatot Subroto. Kemacetan sering terjadi pada pagi dan sore
hari, yakni di saat jam pergi dan pulang kantor.
Untuk melayani mobilitas penduduk Jakarta, pemerintah menyediakan
sarana bus PPD. Selain itu terdapat pula bus kota yang dikelola oleh pihak
swasta, seperti Mayasari Bhakti, Metro Mini, Kopaja, dan Bianglala. Bus-bus ini
melayani rute yang menghubungkan terminal-terminal dalam kota, antara lain
Pulogadung, Kampung Rambutan, Blok M, Kalideres, Grogol, Tanjung Priok, Lebak
Bulus, Rawamangun, dan Kampung Melayu.
Untuk angkutan lingkungan, terdapat angkutan kota seperti Mikrolet
dan KWK, dengan rute dari terminal ke lingkungan sekitar terminal. Selain itu
ada pula ojek, bajaj, dan bemo untuk
angkutan jarak pendek. Tidak seperti wilayah lainnya di Jakarta yang
menggunakan sepeda motor, di kawasan Tanjung Priok dan Jakarta Kota, pengendara
ojek menggunakan sepeda ontel. Angkutan becak masih
banyak dijumpai di wilayah pinggiran Jakarta seperti di Bekasi, Tangerang, dan
Depok
Transjakarta
![]()
Sejak
tahun 2004, Pemerintah Daerah DKI Jakarta telah menghadirkan layanan
transportasi umum yang dikenal denganTransJakarta. Layanan ini menggunakan bus AC dan halte yang
berada di jalur khusus. Saat ini ada sebelas koridor Transjakarta yang telah
beroperasi, yaitu :
|
![]() |
Busway transjakarta |
Kereta Listrik
![]() |
Kereta Listrik /KRL Jabodetabek |
Selain bus kota, angkutan kota, dan bus Transjakarta, sarana transportasi andalan masyarakat Jakarta adalah kereta rel listrik atau yang biasa dikenal dengan KRL Jabotabek. Kereta listrik ini beroperasi dari pagi hari hingga malam hari, melayani masyrakat penglaju yang bertempat tinggal di seputaran Jabodetabek. Ada beberapa jalur kereta rel listrik, yakni
§ Jalur Merah Jakarta Kota - Bogor, lewat Gambir, Manggarai, Pasar Minggu, dan Depok.
§ Jalur Jingga Bogor - Jatinegara, lewat Gambir, Jakarta Kota, dan Pasar Senen.
§ Jalur Biru Jakarta Kota - Bekasi, lewat Gambir, Manggarai, dan Jatinegara.
§ Jalur Hijau Tanah Abang - Maja, lewat Kebayoran Lama dan Serpong.
§ Jalur Coklat Duri - Tangerang, lewat Rawa Buaya.
§ Jalur Ungu Jakarta Kota - Pelabuhan Tanjung Priok.
§ Jalur Pengumpan.
![]() |
Kereta Listrik Jabodetabek |
Angkutan Sungai Jakarta /Waterway
![]() |
Waterway Jakarta |
Angkutan Sungai, atau lebih populer dengan sebutan Waterways, adalah sebuah sistem transportasi alterntif melalui sungai di Jakarta, Indonesia. Sistem transportasi ini diresmikan penggunaannya oleh Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso pada tanggal 6 Juni 2007. Sistem ini merupakan bagian dari penataan sistem transportasi di Jakarta yang disebut Pola Transportasi Makro (PTM). Dalam PTM disebutkan bahwa arah penataan sistem transportasi merupakan integrasi beberapa model transportasi yang meliputi Bus Rapid Transit (BRT), Light Rapid Transit (LRT), Mass Rapid Transit (MRT), dan Angkutan Sungai (Waterways).[1]
Waterways mulai dioperasikan dan diintegrasikan dalam transportasi makro Jakarta setelah peresmian rute Halimun-Karet sepanjang 1,7 kilometer oleh Gubernur Sutiyoso pada 6 Juni 2007. Rute ini merupakan bagian dari perencanaan rute Manggarai-Karet sepanjang 3,6 kilometer. Waterways merupakan kelanjutan dari pengoperasian sistem transportasi TransJakarta. Untuk mengawali Waterways, Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta mengoperasikan dua unit kapal yang masing-masing berkapasitas 28 orang yang disebut KM Kerapu III dan KM Kerapu IV yang berkecepatan maksimal 8 knot
Luar kota
Untuk ke kota-kota di Pulau Jawa, bisa dicapai dari Jakarta dengan jaringan jalan dan beberapa ruas jalan tol. Jalan tol terbaru adalah Jalan Tol Cipularang yang mempersingkat waktu tempuh Jakarta-Bandung menjadi sekitar 2 - 3 jam. Selain itu juga tersedia layanan kereta api yang berangkat dari enam stasiun pemberangkatan di Jakarta. Untuk ke Pulau Sumatera, tersedia ruas jalan tol Jakarta-Merak yang kemudian dilanjutkan dengan layanan penyeberangan dari Pelabuhan Merak ke Bakauheni. Untuk ke luar pulau dan luar negeri, Jakarta memiliki satu pelabuhan laut di Tanjung Priok dan dua bandar udara yaitu:
![]() |
Bandara Soekarno Hatta |
§ Bandara Internasional Soekarno Hatta, Cengkareng Banten yang berfungsi sebagai pintu masuk utama ke Indonesia. Dari dan ke Bandara Soekarno Hatta, tersedia bus Damri yang mengantarkan penumpang dari dan ke Gambir, Rawamangun, Blok M,Pasar Minggu, Kampung Rambutan, Bogor, dan Bekasi, dll
§ Bandara Halim Perdanakusuma yang banyak berfungsi untuk melayani penerbangan kenegaraan serta penerbangan jarak pendek.
Untuk mendukung laju mobilitas penduduk, Jakarta membangun sejumlah jalan tol yaitu Tol Dalam Kota, Tol Lingkar Luar, Tol Bandara, serta ruas tol Jakarta-Cikampek, Jakarta-Bogor-Ciawi, dan Jakarta-Merak, yang menghubungkan Jakarta dengan kota-kota di sekitarnya. Selain itu, juga sedang dibangun ruas tol dalam kota yang menghubungkan Bekasi Utara-Cawang-Kampung Melayu. Pemerintah juga berencana membangun Tol Lingkar Luar tahap kedua yang melingkar dari Bandara Soekarno Hatta-Tangerang-Serpong-Cinere-Cimanggis-Cibitung-Tanjung Priok.
Ruas Tol Jakarta-Cikampek |
Pemerintah Daerah DKI Jakarta tengah mempersiapkan pembangunan kereta bawah tanah (subway) yang dananya diperoleh dari pinjaman lunak negara Jepang. Untuk lintasan kereta api, pemerintah sedang menyiapkan double-double track pada jalur lintasan kereta api Manggarai-Cikarang. Selain itu juga, saat ini sedang direncanakan untuk membangun jalur kereta api dari Manggarai menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Cengkareng.
Kependudukan
Jumlah penduduk Jakarta adalah 9.607.787 jiwa menurut data BPS hasil sensus penduduk 2010.[2] Namun pada siang hari, angka tersebut dapat bertambah seiring datangnya para pekerja dari kota satelit seperti Bekasi, Tangerang, Bogor, danDepok. Kota/Kabupaten yang paling banyak penduduknya adalah Jakarta Timur dengan 2.693.896 penduduk, sementaraKepulauan Seribu adalah kabupaten dengan paling sedikit penduduk, yaitu 21.082 jiwa.
![]() |
Jakarta dilihat dari atas |
Agama
Agama yang dianut oleh penduduk DKI Jakarta beragam.
Menurut data pemerintah DKI pada tahun 2005, komposisi penganut agama di kota
ini adalah Islam (84,4%), Kristen Protestan (6,2 %), Katolik (5,7 %), Hindu (1,2 %),
dan Buddha(3,5 %)[20] Jumlah umat Buddha terlihat lebih banyak karena umat Konghucu juga ikut tercakup di dalamnya. Angka ini tidak jauh berbeda
dengan keadaan pada tahun 1980, dimana umat Islam berjumlah 84,4%; diikuti oleh
Protestan (6,3%), Katolik (2,9%), Hindu dan Buddha (5,7%), serta Tidak beragama
(0,3%)[21] Menurut Cribb, pada tahun 1971 penganut agama Kong Hu Cu secara relatif adalah 1,7%. Pada tahun 1980 dan 2005, sensus penduduk
tidak mencatat agama yang dianut selain keenam agama yang diakui pemerintah.
Tempat peribadatan
Berbagai tempat
peribadatan agama-agama
dunia dapat dijumpai di Jakarta. Masjid dan mushala, sebagai rumah ibadah umat Islam, tersebar
di seluruh penjuru kota, bahkan hampir di setiap lingkungan. Masjid terbesar
adalah masjid nasional,Masjid Istiqlal,
yang terletak di Gambir. Sejumlah masjid penting lain adalah Masjid Agung Al-Azhar di Kebayoran Baru,Masjid
At Tin di Taman Mini, dan
Masjid Sunda Kelapa di Menteng.
Sedangkan gereja besar yang terdapat di Jakarta antara lain, Gereja Katedral Jakarta, Gereja Santa Theresia di
Menteng, dan Gereja Santo Yakobus di Kelapa Gading untuk umat Katolik. Masih dalam lingkungan di
dekatnya, terdapat bangunanGereja Immanuel yang
terletak di seberang Stasiun
Gambir bagi umat Kristen
Protestan. Selain itu, ada Gereja Koinonia di Jatinegara, Gereja Sion di Jakarta
Kota, Gereja Kristen Toraja di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Bagi umat Hindu yang bermukim di Jakarta dan sekitarnya, terdapat
Pura Adhitya Jaya yang berlokasi di Rawamangun, Jakarta Timur, dan Pura Segara
di Cilincing, Jakarta Utara. Rumah ibadah umat Buddha antara lain Vihara
Dhammacakka Jaya di Sunter, Vihara Theravada Buddha Sasana di Kelapa Gading, dan
Vihara Silaparamitha di Cipinang Jaya. Sedangkan bagi penganut Konghucu
terdapat Kelenteng Jin Tek Yin. Jakarta juga memiliki satu sinagoga yang digunakan oleh pekerja asing Yahudi.[ruju
![]() |
Mesjid Istiqlal Jakarta |
Etnis
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, tercatat
bahwa penduduk Jakarta berjumlah 8,3 juta jiwa yang terdiri dari orang Jawa sebanyak 35,16%, Betawi (27,65%), Sunda(15,27%), Tionghoa (5,53%), Batak (3,61%), Minangkabau (3,18%), Melayu (1,62%), Bugis (0,59%), Madura (0,57%), Banten (0,25%), dan Banjar (0,1%)[22]
Jumlah penduduk dan komposisi etnis di Jakarta, selalu berubah
dari tahun ke tahun. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, tercatat bahwa
setidaknya terdapat tujuh etnis besar yang mendiami Jakarta. Suku
Jawa merupakan
etnis terbesar dengan populasi 35,16% penduduk kota. Etnis Betawi berjumlah
27,65% dari penduduk kota. Pembangunan Jakarta yang cukup pesat sejak awal
tahun 1970-an, telah banyak menggusur perkampungan etnis Betawi ke pinggiran
kota. Pada tahun 1961, orang Betawi masih membentuk persentase terbesar di
wilayah pinggiran seperti Cengkareng, Kebon Jeruk, Pasar Minggu, dan Pulo Gadung[23]
Orang Tionghoa telah hadir di Jakarta sejak abad ke-17. Mereka biasa tinggal
mengelompok di daerah-daerah pemukiman yang dikenal dengan istilah Pecinan. Pecinan
atau Kampung Cina dapat dijumpai di Glodok, Pinangsia, dan Jatinegara, selain
perumahan-perumahan baru di wilayah Kelapa Gading, Pluit, dan Sunter. Orang
Tionghoa banyak yang berprofesi sebagai pengusaha atau pedagang.[24] Disamping
etnis Tionghoa, etnis Minangkabau juga banyak yang berdagang, di antaranya perdagangan grosir dan
eceran di pasar-pasar tradisional kota Jakarta.
Masyarakat dari Indonesia Timur, terutama etnis Bugis, Makassar, dan Ambon, terkonsentrasi di wilayah Tanjung Priok. Di wilayah ini pula, masih banyak terdapat masyarakat keturunan Portugis, serta orang-orang yang berasal dari Luzon, Filipina.[23]
Geografi
Jakarta berlokasi di sebelah utara Pulau
Jawa, di muara Ciliwung, Teluk
Jakarta. Jakarta terletak di dataran rendah pada ketinggian rata-rata 8
meter dpl. Hal ini
mengakibatkan Jakarta sering dilanda banjir. Sebelah selatan Jakarta merupakan
daerah pegunungan dengan curah hujan tinggi. Jakarta dilewati oleh 13 sungai
yang semuanya bermuara ke Teluk
Jakarta. Sungai yang terpenting ialah Ciliwung, yang membelah kota
menjadi dua. Sebelah timur dan selatan Jakarta berbatasan dengan provinsi Jawa
Barat dan di
sebelah barat berbatasan dengan provinsi
Banten.
Kepulauan Seribu merupakan
kabupaten administratif yang terletak di Teluk
Jakarta. Sekitar 105 pulau terletak sejauh 45 km (28 mil) sebelah utara
kota.
Iklim
Jakarta memiliki suhu udara yang panas dan kering atau beriklim tropis. Terletak di bagian barat Indonesia, Jakarta mengalami puncak musim penghujan pada bulan Januari dan Februari dengan rata-rata curah hujan 350 milimeter dengan suhu rata-rata 27 °C. Curah hujan antara bulan Januari dan awal Februari sangat tinggi, pada saat itulah Jakarta dilanda banjir setiap tahunnya, dan puncak musim kemarau pada bulan Agustus dengan rata-rata curah hujan 60 milimeter . Bulan September dan awal oktober adalah hari-hari yang sangat panas di Jakata, suhu udara dapat mencapai 40 °C .[27]. Suhu rata-rata tahunan berkisar antara 25°-38 °C (77°-100 °F).[28]
Taman kota
Jakarta memiliki banyak taman kota yang berfungsi sebagai daerah
resapan air. Taman Monas atau Taman Medan Merdeka merupakan taman terluas yang terletak di
jantung Jakarta. Di tengah taman berdiri Monumen
Nasional yang
dibangun pada tahun 1963. Taman terbuka ini dibuat oleh Gubernur Jenderal Herman
Willem Daendels (1870) dan
selesai pada tahun 1910 dengan nama Koningsplein.
Di taman ini terdapat beberapa ekor kijang dan 33 pohon yang melambangkan 33
provinsi di Indonesia.[30]
Taman Suropati terletak di kecamatan Menteng, Jakarta
Pusat. Taman berbentuk oval dengan luas 16,322 m2 ini, dikelilingi
oleh beberapa bangunan Belanda kuno. Di taman tersebut terdapat beberapa patung
modern karya artis-artis ASEAN, yang
memberikan sebutan lain bagi taman tersebut, yaitu "Taman persahabatan seniman
ASEAN".[31]
Taman Lapangan Banteng merupakan taman lain yang terletak di Gambir,
Jakarta Pusat. Luasnya sekitar 4,5 ha. Disini terdapat Monumen Pembebasan Irian
Barat. Pada tahun 1970-an, taman ini digunakan sebagai terminal bus. Kemudian
pada tahun 1993, taman ini kembali diubah menjadi ruang publik, tempat
rekreasi, dan juga kadang-kadang sebagai tempat pertunjukan seni.[32]
Lingkungan
Jakarta merupakan salah satu kota terbersih di Indonesia. Pada
tahun 2010, lima
wilayah kota di Jakarta meraih penghargaan Bangun Praja kategori "Kota
Terbersih dan Terindah di Indonesia" (dulu disebut "Adipura").
Salah satu faktor penentu keberhasilan tersebut adalah keberadaan kawasan Menteng dan Kebayoran
Baru yang asri
dan bersih.
Selain Menteng dan Kebayoran Baru, banyak wilayah lain di Jakarta
yang sudah bersih dan teratur. Pemukiman ini biasanya dikembangkan oleh
pengembang swasta, dan menjadi tempat tinggal masyarakat kelas menengah. Pondok
Indah, Kelapa Gading, Pulo Mas, dan Cempaka Putih, adalah beberapa wilayah
pemukiman yang bersih dan teratur. Namun di beberapa wilayah lain Jakarta,
masih nampak pemukiman kumuh yang belum teratur. Pemukiman kumuh ini berupa
perkampungan dengan tingkat kepadatan penduduk cukup tinggi, serta banyaknya
rumah yang dibangun secara berhimpitan di dalam gang-gang sempit. Beberapa
wilayah di Jakarta yang memiliki kepadatan penduduk cukup tinggi antara lain, Tanjung Priok, Johar Baru, Pademangan, Sawah Besar, dan Tambora.
Pemerintahan
Dasar
hukum bagi DKI Jakarta adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun
2007, tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai ibu
kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. UU ini menggantikan UU Nomor 34 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Negara Republik
Indonesia Jakarta serta UU Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan
Daerah Khusus Ibu kota Negara Republik Indonesia Jakarta yang keduanya tidak
berlaku lagi.
Jakarta
berstatus setingkat provinsi dan dipimpin oleh seorang gubernur. Berbeda dengan
provinsi lainnya, Jakarta hanya memiliki pembagian di bawahnya berupa kota
administratif dan kabupaten administratif, yang berarti tidak memiliki
perwakilan rakyat tersendiri.
DKI
Jakarta memiliki status khusus sebagai Daerah Khusus Ibukota. DKI Jakarta ini dibagi kepada lima kota dan satu kabupaten,
yaitu:
No.
|
Kabupaten/Kota administrasi
|
Ibu kota
|
1
|
||
2
|
-
|
|
3
|
||
4
|
-
|
|
5
|
||
6
|
Kepala daerah
Daftar kepala daerah yang pernah memerintah DKI Jakarta
1.Suwiryo (1845-1848) sebagai Walikota Jakarta
2.Daan Jahya (1848-1950) sebagai Gubernur Militer Jakarta
3.Suwiryo (1950-1951) sebagai walikota jakarta
4.Syamsurizal (1951-1953) sebagai walikota jakarta
5.Sudiro (1953-1960) sebagai walikota jakarta
6.Dr.Soemarno (1960-1964) sebagai Gubernur DKI Jakarta Periode I
7.Henk Ngantung (1964-1965)
8.Dr.Soemarno (1965-1966) periode II
9.Ali Sadikin (1966-1977)
10.Tjokropranolo ( 1977-1982)
11.Soeprapto (1982-1987)
12.Wiyogo atmodarminto (1987-1992)
13.Soejadi Soedirja (1992-1997)
14.Sutiyoso (1997-2007)
15.Fauzi Bowo (7 Oktober 2007-7 Oktober 2012)
16.Joko Widodo (15 Oktober- petahana)
2.Daan Jahya (1848-1950) sebagai Gubernur Militer Jakarta
3.Suwiryo (1950-1951) sebagai walikota jakarta
4.Syamsurizal (1951-1953) sebagai walikota jakarta
5.Sudiro (1953-1960) sebagai walikota jakarta
6.Dr.Soemarno (1960-1964) sebagai Gubernur DKI Jakarta Periode I
7.Henk Ngantung (1964-1965)
8.Dr.Soemarno (1965-1966) periode II
9.Ali Sadikin (1966-1977)
10.Tjokropranolo ( 1977-1982)
11.Soeprapto (1982-1987)
12.Wiyogo atmodarminto (1987-1992)
13.Soejadi Soedirja (1992-1997)
14.Sutiyoso (1997-2007)
15.Fauzi Bowo (7 Oktober 2007-7 Oktober 2012)
16.Joko Widodo (15 Oktober- petahana)
Perwakilan
DKI Jakarta memiliki 21 perwakilan di DPR (dari tiga
daerah pemilihan) dan empat orang untuk DPD. Keempat anggota DPD untuk periode 2009-2014 adalah H. Dani
Anwar, Drs.H.A.M. Fatwa, H. Djan
Faridz, dan Pardi.[33] Selain itu Berdasarkan hasil Pemilu Legislatif 2009, DPRD Jakarta memperoleh total 94 kursi yang didominasi oleh Partai
Demokrat (32
kursi), PKS (18 kursi) dan PDI-P (11 kursi).[34]
Mayoritas dari anggota ini adalah wajah baru (70/94, sekitar 74%),
dengan proporsi anggota perempuan 27/94 (meningkat dari periode sebelumnya,
11/56)
Pendidikan
DKI
Jakarta menyediakan sarana pendidikan dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Kualitas dari pendidikan pun juga sangat
bervariasi dari gedung mewah ber-ACsampai yang sederhana.
Belakangan
ini mulai muncul berbagai sekolah dengan kurikulum yang diserap dari negara
lain seperti Singapura dan Australia. Sekolah lain dengan kurikulum Indonesia pun
juga muncul dengan metode pengajaran yang berbeda, seperti Sekolah Dasar Islam
Terpadu. Selain sekolah yang didirikan oleh pemerintah, banyak pula sekolah
yang dikembangkan oleh pihak swasta, seperti Al-Azhar, Muhammadiyah, BPK Penabur, Kolese Kanisius (Canisius College ; CC), Don Bosco, Tarakanita, Pangudi Luhur, Santa Ursula danMarsudirini.
Pariwisata
Wisata Keluarga
Jakarta
mempunyai beberapa tempat pariwisata yang terkenal dan biasa dikunjungi oleh
para wisatawan lokal dan mancanegara diantaranya adalah:
Wisata Sejarah
Untuk wisata sejarah,
Jakarta juga memiliki beberapa museum yang dapat dikunjungi diantaranya Museum Gajah dan Museum
Fatahillah. Selain itu Jakarta juga
memiliki beberapa monumen yang memiliki nilai sejarah. Banyak dari
monumen-monumen ini yang didirikan atau dibangun pada masa presiden Soekarno, antara
lain Monumen
Nasional dan Monumen Selamat Datang. Hal ini
didasari tekad Sukarno pada saat itu yang ingin membuat kota Jakarta sebagai
kota monumental.[36]
![]() |
Museum Fatahillah Jakarta |
![]() |
Monas |
Wisata Belanja
Dalam rangka menciptakan
Jakarta sebagai kota tujuan wisata belanja, pemerintah mengadakan program
"Enjoy Jakarta". Program ini diadakan di pusat-pusat perbelanjaan
yang terdapat di Jakarta. Untuk mewujudkan Jakarta sebagai tujuan wisata belanja
yang unggul, pemerintah saat ini sedang mengembangkan poros Casablanca-Satrio sebagai
poros wisata belanja. Di poros ini, selain sudah ada pusat perbelanjaan Mal
Ambassador, ITC Kuningan, dan Rasuna Epicentrum, nantinya juga hadir pusat
perbelanjaanCiputra World Jakarta, Kuningan
City, dan Kota Casablanca.
![]() |
Mall Ciputra Jakarta |
Pusat perbelanjaan
Sejak awal tahun 1910,
Pemerintah DKI Jakarta gencar membangun pusat-pusat perbelanjaan
modern, atau biasa yang dikenal dengan
mal dan plaza. Saat ini Jakarta merupakan salah satu kota di Asia yang banyak
memiliki pusat perbelanjaan.[37] Beberapa
pusat perbelanjaan modern di Jakarta memiliki luas yang cukup besar (lebih dari
100.000 m2). Di pusat-pusat perbelanjaan tersebut hadir berbagai waralaba internasional seperti Starbucks, Sogo, jaringan restoran siap saji McDonalds. Selain itu, perusahaan-perusahaan waralaba nasional juga
memenuhi ruang pusat-pusat perbelanjaan tersebut, seperti Es Teler
77, J.Co dan Bakmie Gajah Mada. Beberapa pusat perbelanjaan tersebut diantaranya adalah :
Jakarta Pusat
§ Grand
Indonesia, merupakan salah satu mal terluas dan paling prestisius di
Indonesia. Mal ini terbagi menjadi dua distrik, yaituWest Mall dan East
Mall. Mal yang terletak di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat ini, memiliki luas
250.000 m2, dan menjadi tempat bagi merek-merek papan atas, seperti Zara, Louis
Vuitton, Marks
& Spencer, Chanel, Burberry, Forever21, GAP, Gucci, Guess,Polo, dan Samuel & Kevin. Termasuk
Toko Buku Gramedia. Di bagian bawah pusat perbelanjaan ini
terdapat berbagai macam restoran yang dapat dinikmati oleh para pengunjung.
§ Plaza
Indonesia, terletak di Jalan MH. Thamrin, Jakarta Pusat. Dengan luas
sekitar 42.540 m2, mall ini pernah menjadi tempat pertama berdirinya Sogo Department Store Indonesia, namun telah ditutup sejak tahun 2009. Di mall ini
terdapat Debenhams
Department Store, Louis
Vuitton, Food Hall, dan Hard Rock Cafe. Mall ini
terintergrasi dengan EX Plaza, Grand Hyatt Hotel Jakarta, The Plaza Office Tower, The Keraton Hyatt
Residence, dan Kedutaan Besar Jepang.
§ Plaza
Senayan, merupakan mal besar di Jakarta yang terletak di Jalan Asia
Afrika, Jakarta Selatan. Mall ini memiliki luas 130.500 m2. Di mall
ini terdapat sejumlah department store kelas menengah keatas seperti Sogo Department Store dan Metro Department Store. Di mall ini juga terdapat toko
buku yang terkenal di dunia, yakni Kinokuniya. Di
bagian atrium mall ini terdapat sebuah jam raksasa buatan Seiko, Jepang. Jam ini
terdiri dari 6 patung pemusik, setiap patung memainkan alat musik yang berbeda.
§ Senayan
City, terletak di Jalan Asia Afrika, Jakarta Selatan. Mall ini
terletak berseberangan dengan Plaza
Senayan dan
berdekatan dengan Gelora
Bung Karno. Mall ini memiliki luas 68.000 m2. Di atas mall ini
terdapat menara kantor stasiun televisi SCTV.
Jakarta Barat
§ Central
Park Mall, terletak di Jalan S. Parman, Jakarta Barat. Mall ini memiliki
luas 167.000 m2. Desain mal ini meniru gaya unsur alam. Di mall ini
terdapat sebuah food court yang asri, lalu terdapat Sogo Department Store, Carrefour, dan
Central Park Furnishings. Mall ini terletak di kawasan Podomoro City yang dikembangkan oleh Agung
Podomoro.
§ Mal
Taman Anggrek, terletak di Jalan S. Parman, Jakarta Barat. Dengan luas sekitar
130.000 m2, pusat perbelanjaan ini menyediakan lapangan ski indoor
yang terbesar di Asia Tenggara.
§ Mall Ciputra Jakarta, berada di lokasi yang sangat
strategis, yakni berada di depan jalan tol dan diapit oleh 2 universitas
tekenal. Mall ini terletak di Jalan S. Parman, Jakarta Barat. Mall ini memiliki
luas 80.000 m2. Diatas mall ini terdapat Hotel Ciputra Jakarta. Di mall ini terdapat Matahari Department Store dan Hero
Supermarket.
Jakarta Utara
§ Mal
Artha Gading, merupakan salah satu mal yang paling unik di Jakarta. Konsep
interior mall ini meniru gaya sejarah Jalur
Sutera. Mall ini memiliki 7 buah atrium, yakni atriumNusantara, China, India, Persia, Italia, Paris, dan Millenium. Mal ini
memiliki luas 270.000 m2. Di mall ini terdapat Ace Hardware & Index, Diamond Supermarket, Electronic
City, IT Center, Amazone, Artha
XXI dan lain
lain.
§ Mal
Kelapa Gading, terletak di Jalan Kelapa Gading Boulevard, Jakarta Utara. Dengan
luas mencapai 147.000 m2, mal ini memiliki food court dan pusat mode terlengkap di Jakarta.
§ Emporium Pluit Mall, terletak di Jalan Pluit Selatan
Raya, Jakarta Utara. Dengan luas 61.243 m2, mall ini memiliki Sogo Department Store, Carrefour, dan
anchor tenant lainnya. Mall ini dikembangkan oleh PT Pluit Propertindo.
Jakarta Selatan
§ Pondok
Indah Mall, terletak di Jalan Arteri Pondok Indah, Jakarta Selatan. Mall ini
terdiri dari 2 bangunan utama yakni Pondok Indah Mall I dan II. Pondok Indah
Mall II adalah mall terlengkap untuk memenuhi kebutuhan warga Jakarta
Selatan. Di mall II ini terdapat Sogo Department Store, Metro Department Store, dan banyak tenant besar
lainnya.
§ Pacific Place Jakarta, terletak di kawasan SCBD. Di atas mall ini terdapat Ritz
Carlton Hotel
Pacific Place dan 2 menara Ritz Carlton Residence. Di mall ini terdapat M
Pacific Place, Kidzania, Blitzmegaplex, Kem Chicks, dan
tenant lainnya.
§ Cilandak Town Square, terletak di Jalan TB.
Simatupang, Jakarta Selatan. Mall ini terkenal sebagai pusat hiburan di Jakarta
Selatan. Di mal ini terdapat banyak restoran, lounge, dan cafe.
Jakarta Timur
§ Cibubur
Junction, terletak di Ciracas, Jakarta Timur. Mall ini memiliki luas
31.987 m2. Di mall ini terdapat Hypermart, Matahari Department Store, Cinema
21, Karisma Book Store, Timezone, dan anchor tenant lainnya.
Di samping pusat-pusat perbelanjaan mewah, Jakarta juga memiliki
banyak pasar-pasar tradisional dan pusat perdagangan grosir antara lain: ITC
Cempaka Mas, ITC Mangga Dua, ITC Roxy Mas, Pasar
Senen dan Pasar
Tanah Abang yang
menjadi pusat grosir tekstil terbesar di Asia
Tenggara. Selain itu, terdapat pula hypermarket yang menjadi tren belanja
kalangan menengah di Jakarta antara lain: Carrefour, Hypermart, Giant, Ranch Market dan Lotte
Mart. Untuk lingkup lingkungan lebih kecil tersedia pusat belanja
kebutuhan sehari-hari dengan harga yang terjangkau seperti Indomaret dan Alfamart. Selain
itu terdapat pula pasar tradisional seperti Pasar
Baru, Pasar
Minggu, Pasar Palmerah dan lain-lain. Di Jakarta terdapat pula beberapa pasar
barang-barang yang unik dan antik seperti Jalan Surabaya dan Pasar Rawabening.
Pasar tradisional
Jakarta memiliki nama-nama pasar sesuai dengan nama hari dalam
sepekan. Namun dari nama-nama hari itu termasuk Pasar
Minggu, Pasar
Senen, Pasar
Rebo, dan Pasar Jumat, dan kini
menjadi nama sebuah daerah. Sementara, Pasar Selasa, Pasar Kamis, dan Pasar
Sabtu, tidak terdengar lagi, konon karena terkalahkan oleh nama daerah. Nama
pasar dikaitkan dengan nama hari karena dalam riwayatnya, aktivitas di pasar
itu dilakukan pada hari tertentu. Misalnya, disebut Pasar
Senen karena
aktivitas di pasar tersebut dulunya selalu dilakukan setiap hari Senin. Kini nama tersebut menjadi sebuah kecamatan di wilayah Jakarta
Pusat.
Dalam arsip Kolonial, pasar pertama kali didirikan oleh seorang
tuan tanah berdarah Belanda bernama Yustinus Vinck di bagian selatan Castle Batavia pada tahun 1730an. Pasar itu bernama Vincke Passer yang saat ini dikenal dengan
nama Pasar
Senen. Vincke Passer merupakan pasar pertama yang menerapkan sistem
jual beli dengan menggunakan uang sebagai alat jual beli yang sah.
Kemudian masuk pada abad ke-19 atau pada tahun 1801, pemerintah VOC memberikan kebijakan dalam perizinan membangun pasar kepada tuan
tanah. Namun dengan peraturan pasar yang didirikan dibedakan menurut harinya. Vincke Passer buka setiap hari Senin, sehingga orang pribumi sering menyebut
Vincke Passer sebagai Pasar Senen dan hingga saat ini nama tersebut masih
melekat hingga diabadikan menjadi sebuah nama daerah.
Selain Vincke Passer yang buka hari Senin, ada juga pasar yang
buka hari Selasa yakni Pasar Koja, pasar
yang buka setiap hari Rabu adalah Pasar Rebo yang kini menjadi Pasar Induk
Kramat Jati. Kemudian pasar yang buka setiap hari Kamis adalah Mester Passer yang kini disebut Pasar
Jatinegara. Selanjutnya ada beberapa pasar yang buka di hari Jumat, sebut
saja Pasar Lebakbulus, Pasar Klender, dan Pasar Cimanggis.
Untuk Pasar Sabtu, atau pasar yang bukanya setiap hari Sabtu
adalah Pasar
Tanah Abang. Sedangkan Pasar
Minggu atau yang
dulu dikenal dengan sebutan Tanjung
Oost Passer buka pada
hari Minggu. Perbedaan pengoperasian pasar ini dilakukan VOC dengan
alasan keamanan serta faktor untuk mempermudah orang dalam berkunjung dan lebih
mengenal suatu pasar.
Sayangnya, kebijakan berlakunya hari kerja pasar tak berlangsung
lama. Sebab sejak VOC bangkrut akibat banyak pejabat yang korupsi, pemerintahan
Belanda di Batavia diambil alih oleh Kerajaan Hindia-Belanda. Sejak zaman
Hindia-Belanda, peraturan hari kerja pasar pun tak berlaku lagi, hingga
sebagian besar pasar buka setiap hari, meski terlanjur menyandang nama hari
sebagai nama pasar.
Di zaman Hindia
Belanda pada akhir
abad ke-19 inilah banyak bermunculan pasar-pasar baru yang lebih modern,
seperti Pasar
Baru dan Pasar Glodok. Pasar-pasar yang muncul di era abad ke-19
akhir hingga awal abad ke-20 menjadi inspirasi lahirnya supermarket dan juga
mal.
Olahraga
Sejak masa Presiden Soekarno hingga saat ini, Jakarta sering menjadi tempat penyelenggaraan event-event olahraga berskala internasional, di antaranya pernah menjadi tuan
rumah Asian
Games pada tahun 1962, Piala
Asia pada tahun 2007 dan
beberapa kali menjadi tuan rumah Pesta Olahraga bangsa-bangsa Asia Tenggara
atau yang lebih dikenal dengan Sea Games.
Mayoritas masyarakat Jakarta gemar berolahraga. Sepak
bola merupakan
cabang permainan yang banyak diminati masyarakat, di sampingbulu
tangkis, bola voli, dan bola
basket. Jakarta memiliki beberapa klub sepak bola profesional.
Diantaranya Persija Jakarta Pusatdan Persitara Jakarta Utara, yang
saat ini ikut berlaga di kompetisi Liga Super Indonesia.
Tempat-tempat olahraga di Jakarta antara lain: Gelora
Bung Karno Senayan di Jakarta
Pusat; Stadion Lebak Bulus, GOR Bulungan, Lapangan Golf
Pondok Indah, Lapangan Golf Matoa, dan GOR Soemantri Brodjonegoro Kuningan di Jakarta
Selatan; Stadion Tugu,Stadion
Kamal, Gedung Basket Kelapa Gading, Lapangan Golf Ancol, dan Sports
Mall Kelapa
Gading di Jakarta
Utara; Stadion Bea Cukai Rawa Mangun, Lapangan Golf Rawa Mangun, Pacuan
Kuda Pulo Mas, dan Gedung Senam DKI Radin Inten di Jakarta
Timur
Media
Jakarta menjadi lokasi kantor pusat hampir seluruh media nasional
baik surat kabar, majalah, situs berita, radio, ataupun televise.
Surat kabar
Beberapa surat kabar yang terbit di Jakarta antara lain: Kompas, Harian Pelita, Suara
Pembaruan, Indo Pos, Koran
Jakarta, The
Jakarta Post,Indonesia Shang Bao, Jurnal
Nasional, Bisnis Indonesia, Investor
Daily, Seputar
Indonesia, Republika, Media
Indonesia, Koran
Tempo, Pos Kota, Warta Kota, Rakyat Merdeka, Lampu Hijau dan Non'stop.
Televisi
TVRI adalah stasiun televisi milik pemerintah yang berpusat di Jakarta.
Selain TVRI beberapa stasiun televisi swasta lainnya juga berpusat di Jakarta: RCTI, SCTV, MNCTV, ANTV,Indosiar, MetroTV, Trans TV, Trans7, tvOne, Global TV.
Stasiun televisi lokal yang hanya mengudara di wilayah Jabodetabek
antara lain: JakTV, O Channel, Televisi Anak Jakarta, Elshinta
TV, DAAI TV, SINDOtv, Kompas TV dan B Channel.
Permasalahan
Permasalahan sosial
Sebagaimana umumnya kota megapolitan, kota yang berpenduduk di atas 10 juta, Jakarta memiliki masalah stress, kriminalitas, dan kemiskinan. Penyimpangan peruntukan lahan dan privatisasi lahan telah menghabiskan persediaan taman kota sehingga menambah tingkat stress warga Jakarta. Kemacetan lalu lintas, menurunnya interaksi sosial karena gaya hidup individualistik juga menjadi penyebab stress. Tata ruang kota yang tidak partisipatif dan tidak humanis menyisakan ruang-ruang sisa yang mengundang tindak laku kriminal. Penggusuran kampung miskin dan penggusuran lahan usaha informal oleh pemerintah DKI adalah penyebab aktif kemiskinan di DKI.
Banjir
![]() |
Banjir di Jakarta |
![]() |
Pemukiman Kumuh Di wilayah Jakarta |
![]() |
Macet bisa menjadi salah satu pemicu stres |
![]() |
penggusuran kampung miskin |
Pembangunan tanpa kendali di wilayah hilir, penyimpangan
peruntukan lahan kota, dan penurunan tanah akibat eksploitasi air oleh
industri, menyebabkan turunnya kapasitas penyaluran air sistem sungai, yang
menyebabkan terjadinya banjir besar di Jakarta.
Tata ruang kota yang sering berubah-ubah, menyebabkan polusi udara
dan banjir sulit dikendalikan. Walaupun pemerintah telah menetapkan wilayah
selatan Jakarta sebagai daerah resapan air, namun ketentuan tersebut sering
dilanggar dengan terus dibangunnya perumahan serta pusat bisnis baru. Beberapa
wilayah yang diperuntukkan untuk pemukiman, banyak yang beralih fungsi menjadi
tempat komersial.
Untuk memperbaiki keadaan, Jakarta membangun dua banjir kanal,
yaitu Banjir Kanal Timur dan Banjir Kanal Barat. Banjir Kanal Timur mengalihkan
air dari kali Cipinang ke arah timur, melalui daerah Pondok Bambu, Pondok Kopi,
Cakung, sampai Cilincing. Sedangkan Banjir Kanal Barat yang telah dibangun
sejak zaman kolonial
Belanda, mengaliri air melalui Karet, Tanahabang, sampai Angke. Selain
itu Jakarta juga memiliki dua drainase, yaitu Cakung Drain dan Cengkareng
Drain.
Makanan
Jakarta merupakan kota internasional yang banyak menyajikan makanan
khas dari seluruh dunia. Di wilayah-wilayah yang banyak didiami oleh para
ekspatriat asing, seperti di daerah Menteng, Kemang, Pondok Indah, dan daerah
pusat bisnis Jakarta, tidak sulit untuk menjumpai makanan-makanan khas asal
Eropa, China, Jepang dan Korea. Makanan-makanan ini biasanya dijual dalam
restoran-restoran mewah.
Di Jakarta, dan sepeti kota-kota besar lainnya di Indonesia, Rumah Makan Padang yang
paling banyak dijumpai. Hampir di seluruh tempat di Jakarta, dengan mudah
dijumpai rumah makan yang manyajikan masakan asal Minang ini. Jakarta juga memiliki makanan khasnya, yang paling terkenal
adalah Kerak
Telor, Soto Betawi, Kue Ape,
Roti Buaya, Combro, Nasi uduk dan lain-lain. Selain itu di Jakarta juga bisa
ditemukan makanan tradisional dari daerah misalnya makanan khas Jawa Timur,
seperti Rawon, Rujak
Cingur, dan Kupang Lontong.
![]() |
Soto Betawi Mpo' Lela |
![]() |
Kerak Telor salah satu ciri khas kuliner betawi |
![]() |
Roti Buaya unik khas Betawi |
JAKARTA SEBAGAI KOTA METROPOLITAN
![]() |
Jakarta Kota Metropolitan |
Kota Jakarta berkembang dari yang awalnya hanyalah sebuah kota Pelabuhan di abad 16 menjadi salah satu kota modern dunia di abad 21. Perkembangan yang terjadi selama abad 20 mulai menyebabkan Kota ini menjadi salah satu pusat pertumbuhan Indonesia dan Dunia. Hal ini disebabkan oleh dua alasan, pertama faktor historis dan geografis, yang kedua adalah faktor politik yang dibangun oleh rezim orde baru.
Hal ini diawali pertama kali saat ketika Cornelis de Houtman menjejakkan kaki di pelabuhanSunda Kelapa, maka saat itu adalah menjadi momen pertama Jakarta menjadi bagian dari sistem kota-kota dunia. Hampir 80% kegiatan ekonomi global yang ada di Indonesia, berada di Jakarta. Hampir seluruh kantor pusat kegiatan perbankan berlokasi di Jakarta. Dan nyaris 60% perputaran uang di negara ini terjadi di Jakarta. Letaknya yang strategis, untuk konteks lalulintas barang-jasa dunia, dan posisi historisnya sebagai bandar internasional mengakibatkan hal ini terjadi.
Perkembangan yang sangat pesat merambar ke wilayah sekitarnya dan mengakibatkan terjadinya fenomena ”konurbasi ” antara Jakarta dengan Tangerang, Bekasi dan Bogor. Menyatunya Jakarta dengan kota-kota di sekitarnya melahirkan keuntungan ekonomi yang sangat besar dalam konteks pengembangan wilayah, akan tetapi di sisi lain hal ini diikuti oleh persoalan—persoalan seperti,kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, kawasan kumuh, kemacetan, degradasi lingkungan dan lain sebagainya.
Sebagai sebuah Provinsi dengan dana APBD mencapai 18 Trilyun Rupiah, bukan angka yang kecil namun faktanya hingga saat ini DKI Jakarta belum mampu melaksanakan manajemen kependudukan yang solutif. Manajemen kependudukan selayaknya menjadi fondasi dasar dalam melaksanakan manajemen kota. Akan tetapi perlu diperhatikan pula, manajemen kependudukan yang dilakukan seharusnya dilaksanakan secara sederhana dan integratif.
Sederhana berarti tidak berbelit dan mudah secara prosedural. Integratif dalam artian menjadi landasan bagi dinas-dinas dalam memberikan pelayanan. Seringkali sistem kependudukan yang disusun belum menjadi dasar dalam melakukan pelayanan dasar, seperti kesehatan, pendidikan, pajak, pilkada, raskin, BLT dan lain sebagainya.
Bisakah Jakarta menjadi kota Metropolitan Dunia, seperti New York, Singapura atau Paris?
Pemprov DKI Jakarta saat ini tengah berupaya keras untuk mewujudkan Jakarta sebagai kotametropolitan berkelas dunia. Jakarta pun berupaya keras untuk menyandang status tersebut. Untuk itulah dibentuk Proyek Inisiatif Jakarta 21 (The Jakarta Initiative) yang melibatkan Pemerintah Jerman di dalamnya. Salah satu upaya yang dilakukan dengan membentuk Proyek Jakarta 21 yang bertemakan, Menuju kota metropolitan yang berkelanjutan dan berorientasi transit. Melalui proyek ini, Pemprov DKI Jakarta yakin Jakarta dengan potensinya mampu dan berhasil mewujudkan harapan tersebut.
Untuk mewujudkan kota metropolitan kelas dunia, berbagai upaya telah dilakukan Pemprov DKI Jakarta. salah satunya menggandeng Pemerintah Jerman untuk mewujudkan hal tersebut. Jika di abad ke-19 dan 20, Kota Paris dan Kota New York menjadi kota metropolitan berkelas dunia, maka di abad ke-21 banyak pihak yang meramalkan salah satu kota di Asia akan menjadi kota metropolitan berkelas dunia.
Jakarta dikenal juga sebagai satu kota terbesar di Asia Tenggara dengan jumlah penduduk yang hampir mencapai 10 juta jiwa. Wilayah metropolitan yang selanjutnya disebut Jabodetabek juga termasuk lima terbesar di dunia dengan jumlah penduduk lebih dari 27 juta jiwa. Dampak bagi kebangkitan Jakarta dalam penyediaan infrastruktur kota. Dibalik kemajuan itu, seperti kota-kota besar lainnya, Jakarta juga mengalami dampak kemajuan yang kurang positif seperti polusi udara, ekspansi kawasan perkotaan, dan infrastruktur yang tidak selalu sejalan dengan laju pertumbuhan kota yang pesat.
Pengamat tata kota dari Universitas Tarumanegara, mengungkapkan syarat sebuah kota menjadi kota metropolitan adalah memiliki ruang kota, transportasi publik dan ruang terbuka hijau RTH yg baik.
“ Ruang kota seperti tempat pertunjukkan yang berkelas semacam Esplanade di Singapura harus ada. Jadi kota tidak hanya sebagai pusat bisnis tapi juga pusat budaya. Sehingga level pekerja yang bekerja di kota lebih tinggi dibanding pekerja di kota lain, ” Ungkap Pengamat Tata kota dari Universitas Tarumanegara.
Persoalan klasik sebuah kota Jakarta kota metropolitan lainnya di seluruh penjuru Dunia adalah transportasi. Tidak mampunya jalan menampung kendaraan yang ada dan ditambah dengan kurangnya transportasi publik dengan kualitas yang baik bagi kehidupan sehari-hari warga DKI dan sekitarnya.
Kemacetan yang ada mengakibatkan waktu produktif yang berkurang, ongkos transportasi yang besar (bahan bakar, biaya perawatan mobil, dll) dan ketidaknyamanan untuk berkegiatan di Kota Jakarta. Restriksi kendaraan bermotor di jakarta selayaknya sudah mulai dipikirkan. Rencana monorail dan subway yang akan dilakukan PEMDA DKI selayaknya kita dukung guna mengatasi masalah transportasi di Indonesia
Masalah-masalah tersebut sebaiknya harus dapat diselesaikan saat ini , karena apabila tidak maka di masa depan Metropolitan Jakarta tidak akan memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan kota-kota lain di dunia, seperti Tokyo, New York, Singapura dan lain-lain.
![]() |
Pengantin adat Betawi |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar